PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DALAM BERBAGAI BIDANG
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA
Pada
hakekatnya terdapat hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara
pandangan hidup masyarakat, pandangan hidup bangsa, dan pandangan hidup negara.
Dalam proses perumusannya, pandangan hidup masyarakat dituangkan dan
dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup
bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan
hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi nasional dan pandangan hidup negara
sebagai ideologi negara. Tidak seluruh pandangan hidup masyarakat, khususnya
dalam masyarakat yang majemuk, dapat diangkat sebagai pandangan hidup bangsa.
Dengan demikian, ada proses seleksi secara sadar.
Dalam
proses penjabarannya dalam kondisi kehidupan modern dewasa ini, pandangan hidup
negara diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup bangsa, dan pandangan hidup
bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat, serta pada
sikap hidup pribadi. Rangkaian proses proyeksi pandangan hidup tersebut
terutama dilakukan melalui jalur sistem hukum nasional. Dalam proses penjabaran
dan tindak lanjut ini, pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu
kewajiban Pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur. (BP-7 Pusat, 1994 :
2-3).
Untuk
membicarakan tentang kebenaran ideologi ‘Pancasila, akan saya kemukakan
pengertian ideologi antara lain sebagai berikut: Ilmu pengetahuan atau ajaran
tentang ide.Di dalam Kamus Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminto disebutkan
sebagai azas pendapat (keyakinan) yang dipakai (dicita-citakan) untuk dasar
pemerintahan negara dan sebagainya.
Berdasarkan
pengertiandi atas, maka ideologi Pancasila berfungsi sekaligus baik sebagai
dasar maupun tujuan atau cita-cita bangsa.
Hubungan antara ideologi dan filsafat
Ideologi mempunyai hubungan yang
erat dengan filsafat, bahkan disebut sebagai keseluruhan ide-ide yang
berdasarkan struktur filsafat. Jika pengertian ini kita terapkan pada berbagai
ideologi, maka ideologi komunis berdasarkan struktur filsafat komunis atau
Komunisme, ideologi liberal berdasar struktur filsafat liberal atau
Liberalisme, ideologi sosialis berdasarkan
struktur filsafat sosialis atau Sosialisme atau demikian seterusnya.
Dengan cara yang sama, maka ideologi Pancasila berdasarkan struktur filsafat Pancasila
(Sunoto, 1987:82).
Pancasila sebagai tujuan
Tujuan adalah segala sesuatu yang
hendak dicapai, merupakan pendorong dan pengarah. Dengan Pancasila menuju ke
arah masyarakat adil dan makmur, material spiritual berdasarkan Pancasila.
A.
Dimensi
: Relaita, Idealisme, dan Fleksibilitas dari Ideologi Pancasila
Kita dalam mengadakan
negara itu harus dapat meletakkan negara itu atas suatu meja yang statis yang
dapat mempersatukan segenap elemen di dalam bangsa itu, tetapi juga harus
mempunyai tuntunan dinamis ke arah mana kita gerakkan rakyat, bangsa dan negara
ini.
Uraian tadi bertujuan
agar dimengerti bahwa bagi Republik
Indonesia kita memerlukan satu dasar yang bisa menjadi dasar statis dan yang
bisa menjadi Leidstar dinamis yang artinya adalah bintang pemimpin.
Ini lah yang menjadi
pertimbangan daripada pemimpin-pemimpin kita dalam tahun 1945, dan sebagainya
dikatakan bahwa sesudah bicara, saat bicara, akhirnya pada suatu hari ada yang
mengusulkan Pancasila, dan Pancasila itu diterima masuk dalam Djakarta Charter, masuk sidang pertama
sesudah proklamasi. Jadi kalau ingin mengerti Pancasila, lebih dahulu harus
mengerti ini meja statis, Leidstar dinamis. Kecuali itu kita sekarang lantas
masuk kepada persoalan elemen apa yang harus dimasukkan di dalam meja statis
atau Leidstar dinamis ini. Jadi jikalau mau mencari satu dasar yang statis yang
dapat mengumpulkan semua dan jika mencari suatu Leidstar dinamis yang dapat
menjadi arah perjalanan kita harus menggali sedalam-dalamnya di dalam jiwa
masyarakat sendiri. Sudah jelas kalau kita mencari satu dasar yang statis, maka
dasar yang statis itu harus terdiri dari elemen –elemen yang tidak ada dalam
jiwa Indonesia tak mungkin dijadikan dasar untuk duduk di atasnya.
Misalnya kalau kita
ambil dari elemen-elemen dari alam pikiran Eropa atau alam pikiran Afrika itu
adalah elemen asing bagi kita yang tidak corcondantie dengan jiwa kita sendiri,
tak akan bisa menjadi dasar yang sehat, apalagi dasar yang mempersatukan.
Demikian pula elemen-elemen untuk di jadikan Leidstar dinamis harus
elemen-elemen yang betul-betul
menghikmati jiwa kita. Kalau kita beri Leidstar yang tidak appeal kepada kita,
oleh karena pada hakekatnya tidak berakar kepada jiwa kita sendiri maka tidak
bisa menjadi Leidstar dinamis yang menarik kepada kita. (Soekarno :
1989:30-40).
·
Dimensi realita
ideologi Pancasila
Nilai-nilai dasar
Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri yang ditemukan dalam religi-religi
bangsa Indonesia, dalam budaya-budaya bangsa Indonesia, dan dlam adat-istiadat
–adat-istiadat bangsa Indonesia yang oleh penggalinya disebut”jiwa bangsa”. Dan
penggalian ini benar-benar sandat dalam dan dimulai dari saf pra-Hindu, saf
Hindu, saf Islam, dan saf Imperialis. Dimensi realita ideologi Pancasila ini
oleh penggalinya disebut dasar yang statis atau meja statis di atas mana negara
diletakkan, sekaligus meja statis ini harus dapat mempersatukan segenap elemen
di dalam bangsa Indonesia. Nilai-nila dasar yang lima jumlahnya itu bersifat tetap
dalam arti rumusannya dan urut-urutan letak sila-sila udah tetap, tidak dapat
diubah, sebab Pancasila merupakan filsafat persatuan. Kalau dirinya dapat
berubah berarti tidak mungkin dapat menjadi filsafat persatuan.
·
Dimensi Idealis
Ideologi Pancasila
Oleh penggalinya ditunjukkan dengan
istilah Leidstar dinamis. Leidstar, bintang pimpinan. Artinya harus mempunyai
tuntunan dinamis kemana rakyat, bangsa dan negara ini digerakkan. Menurut
alenia kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945” perjuangan kemerdekaan
Indonesia.......mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaukat, adil dan mekmur”. Kesanalah rakyat, bangsa
digerakkan untuk mencapai atau mewujudkan cita-cita atau tujuannya. Dan di dalam
alinea keempat Undang-0Undang Dasar 1945 cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
disebutkan sebagai berikut :
1)
Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2)
Memajukan kesejahteraan
umum
3)
Mencerdaskan kehidupan
bangsa
4)
Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Butir 1,2 dan 3 merupakan tujuan intern
bangsa Indonesia
Butir 4 merupakan tujuan ekstern bangsa
Indonesia, dalam pengertian aktif membantu bangsa-bangsa lain yang pada pro
kedua abad XX masih banyak bangsa yang hidup di bawah penjajahan untuk menjadi
bangsa yang merdeka. Tujuan itu yang ingin diwujudkan. Akan tetapi tidak cukuo
adanya keinginan mewujudkan saja, melainkan harus dibarengi kemauan dan
kemampuan.
Oleh
karena itu siapa pun yang menjadi pemimpin wajib bisa menanamkan keyakinan atau
rasa mampu, yaitu bisa mananamkan yang sebenar-benarnya kepada pra pengikutnya.
Ada iming-iming, timbul keinginan, meningkat menjadi kemauan dan kemauan
meningkat lalu muncul kemampuan. Berhubung dengan itu kalau contoh tadi
diterapkan pada ideologi, bagaimanapun dapat terealisasinya dalam dunia
kenyataan sangat bergantung pada kualitas subyek pendukungnya. Apakah
keinginannya berkobar-kobar dan terus menyala? Apakah benar-benar subyek
pendukung suatu ideologi benar-benar mempunyai kemauan untuk merealisasinya?
Apakah benar-benar subyek pendukung suatu ideologi kualitas kemampuannya tinggi
dn bisa diandalkan?. Dengan menghubungkan atau mengaitkan antara dimensi
realita dan dimensi idealis dari suatu ideologi, maka kita melihat bahwa
dimensi realita itu merupakan landasan atau dasar, dan dimensi idealisme
menggerakkan ke arah tujuan dalam membangun berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jadi dimensi realitas dan dimensi
idealisme ideologi Pancasila ternyata
saling kait mengait dalam arti saling mengisi dan saling melengkapi. Perlu
diketahui bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selalu
muncul realita baru yang mungkin sesuai dengan dimensi realita yang berisi
nilai dasar atau mungkin bertentangan dengan dimensi realita dan bergeraknya
realita-realita baru mungkin juga seirama dan juga mungkin menyimpang ke arah yang
tidak sejalan dengan dimensi idealisme, maka harus segera dibetulkan terutama
dengan mengkaji ulang nilai instrumennya dan nilai praksisnya nilai
instrumental adalah norma-norma yang merupakan penjelmaan dari nilai dasar,
sedangkan nilai praksis adalah norma-norma kelanjutan dari penjelmaan nilai
instrumental yang suda h bersifat operasional untuk dilaksanakan dalam
kenyataan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jadi pembetulan nilai
instrumental dan nilai praksis harus kontekstual. Dengan demikian
realita-realita baru yang selaras dan yang menyimpang, tetapi yang sudah
dibetulkan semuanya menjadi selaras atau sejalan dengan nilai instrumental dan
nilai praksis. Atau sebaliknya nilai-nilai instrumental dan nilai praksis sudah
menjadi sama sebangun dengan realita-realita baru.
· Dimensi
fleksibilitas dari Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila adalah ideologi yang terbuka dan demokratis, sehingga
generasi penerus bangsa senantiasa dapat menggali dan mengembangkan
pemikiran-pemikiran baru dengan tetap menjadikan nilai dasar sebagai tolok
ukurnya. Dengan demikian ideologi Pancasila tidak kehilangan hakekatnya. Inilah
yang dimaksud dengan dimensi fleksibilitas dari ideologi Pancasila. Dengan
demikian ideologi Pancasila akan tetap dapat menjaman. Tidak lekang oleh panas
dan tidak akan lapuk dimakan jaman.
Dalam kaitannya dengan dimensi
fleksibilitas ideologi Pancasila, UUD 1945 sudah lebih dulu menegaskannya. Ini
ditunjukkan melalui penjelasan yang tertera dalam angka IV, yang berbunyi : “
Undang-Undang Dasar bersifat ...Supel.” Masih menurut angka IV : “ kita harus
senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia.
Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh dan zaman berubah, terutama pada zaman
revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu kita harus hidup secara
dinamis, harus melihat segala gerak-gerik masyarakat dan negara Indonesia”.
Dari penjelasan ini jelas ditunjukkan bahwa dalam masyarakat dan negara Indonesia
senantiasa timbul dan tumbuh realita-realita baru.
B. Macam-macam fungsi dan peran ideologi Pancasila
a.
Pancasila sebagai
Ideologi dalam kehidupan ketatanegaraan
I. Pendahuluan
Ada dua hal yang perlu dipahami
benar-benar dalam sub judul ini. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan
ketatanegaraan :
·
Pengertian ideologi
dalam sub judul ini dan
·
Ruang lingkup kehidupan
kenegaraan
Bangsa
Indonesia sebagai suatu kelompok manusia, maka ia membentuk ide-ide dasar dalam
segala hal dalam aspek kehidupan manusia yang dicita-citakan. Kesatuan yang
bulat dan utuh dari ide-ide dasar tersebut secara ketatanegaraan disebut
ideologi. Dan ini berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan
direalisir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Indonesia).
Ideologi ini akan memberikan stabilitas arah sekaligus memberikan dinamika
gerak menuju yang dicita-citakan. Dan perkembangan tumbuhnya ideologi bangsa
Indonesia dimulai semenjak 18 Agustus 1945 adalah Pancasila.
Hal
yang kedua menganalisa Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan
ketatanegaraan, maka hal ini berarti kita berhadapan dengan kehidupan
kenegaraan yang konkrit. Suatu negara dapat kita lihat dari suatu kesatuan yang
utuh dan juga dapat kita lihat dalam strukturnya. Dengan teori dua segi ini
kita harus mengetahui ruang lingkup ketatanegaraan dimana ideologi Pancasila di
implementasikan. Jika kita melihat negara dari suatu kesatuanyan bulat dan
utuh, maka kita dapat menganalisa tentang arti negara, atau sifat hakekat
negara, pembenaran adanya negara, terjadinya negara dan tujuan bernegara.
Apabila kita menganalisa strukturnya meliputi:unsur-unsur negara, kekuasaan
tertinggi dalam negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, hubungan pusat dan
daerah (otonomi) atau sendi-sendi pemerintahan perwakilan, alat perlengkapan
negara, konstitusi, fungsi kenegaraan dan kerjasama antar negara.
II.
Arti Negara
Cara
pandang bangsa Indonesia yang diutarakan prof. Soepomo adalah cara pandang
integralistik, negara di pandang sebagai satu kesatuan organis. Dr. Muhammad
Hatta tidak setuju cara pandang integralistik Jerman, karena dapat menumbuhkan
negara kekuasaan, sekalipun ada kemiripan dengan cara pandang Indonesia tentang
satunya macro dan mikrocosmos. Oleh karena itu Dr. Muhammad Hatta mengusulkan
dilengkapinya cara pandang integralistik tersebut dengan kemerdekaan
berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Dengan diterimanya usul Bung
Hatta ini maka terbentuklah integralistik Indonesia. Negara di dalam cara
pandang Indonesia, tidak akan memiliki kepentingan sendiri (kepentingan
pemerintah) terlepas atau bahkan bertentangan kepentingan orang seorang
rakyatnya.di dalam cara pandang integralistik Indonesia, maka di dalam negara
semua pihak mempunyai fungsi masing-masing dalam suatu kesatuan yang utuh.
III.
Terjadinya Negara
Negara
Republik Indonesia lahir pada jam 10.00 tanggal 17 Agustus 1945 dan tidak ada
satupun warga negara Indonesia yang menyangkalnya. Menurut alenia II pembukaan
UUD 1945 terjadinya negara Indonesia melalui rangkaian tahap-tahap yang
berkesinambungan. Rincian tahap-tahap itu sebagai berikut:
a) Perjuangan
kemerdekaan Indonesia
b) Proklamasi
atau pintu gerbang kemerdekaan
c) Keadaan
bernegara yang nilai-nilai dasarnya ialah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
IV.
Pembenaran adanya
negara Republik Indonesia
Alasannya
dapat kita jumpai dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945, bahwa Negara
Republik Indonesia perlu ada karena kemerdekaan hak segala bangsa sehingga
penjajahan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan harus kita
hapuskan.
V.
Tujuan Bernegara
Tujuan
bernegara atau kehidupan nasional atau tujuan nasional pada umumnya dalam
negara yang berbentuk Republik adalah untuk mengurusi kepentingan umum.
Demikian pula negara Republik Indonesia dalam hal ini kepentingan umum bangsa
Indonesia secara ketatanegaraan adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila menurut alenia keempat pembukaan UUD 1945 adalah:
a)
Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (wilayah)
b)
Memajukan kesejahteraan
umum
c)
Mencerdaskan kehidupan
bangsa
d)
Ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi, kemerdekaan dan keadilan sosial.
Operasionalisasinya
untuk mencapai tujuan negara menurut penjelasan UUD 1945, maka pertama-tama di
ciptakan pokok-pokok pikiran dalam pembukaan ini ke dalam pasal-pasal sebagai
instruksi bagi penyelenggara negara untuk menyelenggerakan kehidupan negara
(ketertiban) dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial (kemakmuran).
VI.
Kalau kita meninjau
negara dilihat dari sudut pandang strukturnya, maka kita temukan ada empat
kelompok masalah yaitu :
·
Tata organisasi suatu
negara
·
Tata jabata suatu
negara
·
Tata hukum suatu negara
·
Tata nilai yang
dicita-citakan di dalam kehidupan kenegaraan
Apabila
suatu organisasi kita dalilkan sebagai suati kerjasama berdasarkan pembagian
kerja yang tetap. Maka suatu pekerjaan yang tetap di dalam organisasi kita
sebut fungsi yang diselenggarakan atau diemban oleh seseorang (pelaku). Fungsi
tersebut tetap sifatnya, sedang pelakunya dapat berganti-ganti. Dengan cara
pandang demikian, maka organisasi negara berbentuk organisasi fungsional yang
karena berubah-berubah pelakunya, sedang yang tetap jabatannya, maka disebut
organisasi jabatan, sehingga kita berhadapan dengan tata jabatan.
Secara
ketatanegaraan, maka tata organisasi merupakan hal yang fundamental dari
kehidupan ketatanegaraan.
1. Bentuk
negara
Bangsa
Indonesia memilih bentuk (organisasi) negara yang dinamakan Republik, yang
merupakan suatu pola yang mengutamakan pencapaian kepentingan umum atau
kesejahteraan yang ingin dicapai dalam hidup berkelompok. Dilhat dari segi
susunannya atau segi penggabungan bagian-bagian negara maka bentuk organisasi
negara dibedakan menjadi negara kesatuan atau negara serikat (federal). Dan
pilihan bangsa Indonesia di dalam hal bentuk negaranya yaitu kesatuan dan
Republik. Kemudian di dalam teori kenegaraan berkembang pembedaan lain yaitu
pembedaan demokrasi dan diktator. Pola demokrasi yang di inginkan bangsa
Indonesia membentuk tata nilai tentang tatanan kenegaraan yang di inginkan
bangsa Indonesia ini dirumuskan di dalam UUD 1945. Ia merupakan demokrasi
politik Indonesia atau demokrasi Pancasila.
2. Bentuk
pemerintahan
Bentuk
pemerintahan ialah pola yang menentukan hubungan antara lembaga-lembaga negara
dalam menentukan gerak kenegaraan, sistem pemerintahan negara yang dipilih
bangsa Indonesia sebagai berikut:
a)
Indonesia adalah negara
yang berdasar atas hukum
b)
Pemerintahan atas
sistem konstitusi tidak bersifat absolute
c)
Kedaulatan du tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
d)
Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
e)
Presiden dibantu oleh menteri-menteri
yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden
f)
Presiden tidak dapat
membekukan dan atau membubarkan DPR
g)
DPR mempunyai fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
3. Unsur-unsur
negara
Secara
klasik unsur-unsur negara adalah pemerintah, bangsa dan wilayah. Unsur wilayah
negara dirumuskan dengan istilah” seluruh tumpah darah Indonesia” cara pandang
integralistik tentang rumusan pemerintah negara. Oleh karena itu jika konsisten
dengan cara pandang ini seharusnya kita sebutkan adanya:
a)
Penyelenggara negara di
bidang pembentukan peraturan perundangan (legislatif)
b)
Penyelenggara negara di
bidang penerapan hukum (eksekutif)
c)
Penyelenggara negara di
bidang penegakan hukum (yudikatif)
d)
Penyelenggara negara di
bidang kepenasehatan dan sebagainya
4. Sendi
pemerintahan
Sendi
pemerintahan adalah suatu prinsip untuk dapat menjalankan pemerintahan dengan
baik dimana ada anggapan bahwa pemerintah dengan baik adalah membagi negara di
dalam beberapa wilayah. Untuk masalah ini UUD 1945 setelah amandemen yang ke 2
dalam pasal 18 di atur sebagai berikut:
a)
Negara kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan UU.
b)
Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kebupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
c)
Pemerintah daerah
provinsi, daerah kabupaten dan kota itu memiliki dewan perwakilan rakyat daerah
yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum
d)
Gubernur, bupati dan
walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan
kota dipilih secara demokratis.
VII.
Tata Jabatan
Masalah
tata jabatan muncul karena adanya anggapan bahwa di dalam organisasi negara
yang tetap adalah jabatannya, sedang pelakunya dapat berubah. Permasalahan tata
jabatan dirinci dalam sub masalah yang kesemuanya menganalisa negara dalam
strukturnya. Sub masalah tersebut dirinci dalam :
a)
Masalah perwakilan
(sistem dan kelembagaannya)
b)
Masalah
penggolongan-penggolongan penduduk
c)
Masalah alat
perlengkapan negara
Ragam perwakilan
rakyat menurut UUD 1945, setelah amandemen yang ke 4 yaitu MPR terdiri atas
anggota DPR dan onggota DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan UU. Tugas MPR diatur dalam pasal 3 UUD 1945 sebagai
berikut:
a)
MPR berwenang mengubah
dan menetapkan UUD
b)
MPR hanya dapat
menggantikan Presidan dan Wakil Presiden dalam masa jabatan menurut UUD
Penggolongan atau pengelompokan penduduk
(berorganisasi)
Bernegara
berarti berorganisasi, sehingga kedaulatan rakyat dapat diorganisir
sebaik-baiknya agar dapat dioperasionalkan. Secara teoritis pengelompokan dapat
dilakukan berdasarkan aspirasi politik, sehingga kita mendapatkan partai-partai
politik. Partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok
warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, berbangsa
dan bernegara melalui pemilihan umum (pasal 3 UU no.31 tahun 2002 tentang
partai politik).
Dalam pasal 5
nya dikatakan :
a)
Asas partai politik
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia
tahun 1945.
b)
Setiap partai politik
dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang
tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD negara Republik Indonesia tahun 1945
dan UU.
Menelusuri pasal
5 ayat ini bagai mengurai benang yang kusut, sebab tidak ada kejelasan apa
harus mencantumkan Pancasila atau tidak. Rumusan ibarat batu apung yang ada
dalam air sumur. Ini rumusan yang dilihat dari segi yuridis tidak memberi kepastian
hukum.
Kalau
dibandingkan dengan pasal 2 UU no. 2 tahun 1999 tentang partai politik, maka
rumusan tetntang asas lebi baik dari asas yang tercantum dalam UU no.31 tahun
2002 tentang partai politik.
Undang-undang
nomor 2 tahun 1999 asas partai politik dalam pasal 2 yang berbunyi: partai
politik yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus memenuhi syarat:
a)
Mencantumkan Pancasila
sebagai dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia dalam anggaran
dasar partai
b)
Asas atau ciri aspirasi
dan program partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Aparatur negara
Masalah tata
jabatan tidak dapat terlepas dari aparatur negara sebagai supra struktur.
Secara konstitusional, maka aparatur negara dapat dirinci sebagai berikut:
·
Aparatur negara di
bidang perwakilan rakyat
·
Aparatur negara di
bidang pemerintahan
·
Aparatur negara di
bidang pengadilan
·
Aparatur negara di
bidang keamanan dan pertahanan negara
·
Aparatur negara yang
disebut dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan
kepada Presiden
Aparatur negara
di bidang perwakilan lazim disebut sebagai pejabat negara di bidang perwakilan,
yang memiliki kebebasan menyatakan pendapat dan hak-hak protokoler, serta
hak-hak ketatanegaraan leinnya. Aparatur di bidang pemerintahan dapat kita
rinci dalam :
a)
Presiden sebagai kepala
negara dan kepala eksekutif dengan segala hak dan kewajibannya.
b)
Pembantu presiden :
·
Satu orang wakil
presiden
·
Beberapa orang menteri
negara
·
Pegawai negeri sipil
·
Dewan pertimbangan
presiden yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada presiden.
Tentara nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Melalui
ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan pertimbangan
antara lain:
a)
Salah satu tuntutan
reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya demokratisasi.
b)
Kebijaksanaan
penggabungan angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dan kepolisian
negara Republik Indonesia berakibat timbulnya kerancuan dan tumpang tindih
antara peran dan fungsi tentara nasional sebagai kekuatan pertahanan negara
dengan peran dan tugas kepolisian negara Republik Indonesia sebagai kekuatan
keamanan dan ketertiban masyarakat.
c)
Bahwa peran sosial
politik dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan
terjadinya penyimpangan peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Dalam
pasal 2 :
a) Tentara
nasional Indonesia adalah alat Negara yang berperan pertahanan negara.
b) Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara
keamanan.
c) Dalam
hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan.
Tentara
nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus bekerjasama
dan saling membantu.